Monday, November 24, 2008

Golput ?

Golput ?

Oleh: Alfanny

Gus Dur pun akhirnya menyerukan Golput setelah posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro PKB sama sekali diabaikan oleh KPU dan PKB Cak Imin. Tepatkah seruan Golput -khususnya bagi warga NU- dalam konteks kekinian dan kedisinian?

Saat ini, Indonesia tengah menghadapi dua ancaman sekaligus, liberalisme ekonomi dan sekaligus konservatisme dan fasisme agama. Liberalisme ekonomi terlihat jelas dari maraknya hypermarket yang membunuh usaha kelontongan dan warung kecil. Sementara konservatisme dan fasisme agama terlihat dari aksi-aksi intoleran seperti pembakaran masjid Ahmadiyah dan menguatnya wacana khilafah islamiyah yang jelas-jelas menolak eksistensi nation-state seperti NKRI.

Liberalisme ekonomi diperparah oleh para birokrat kita –yang notabene warisan Orde Baru- yang hampir-hampir tidak punya semangat nasionalisme, dalam artian ekonomi yaitu mencintai produk dalam negeri. Harian Kompas secara satir pernah mengilustrasikan bahwa para pejabat tinggi kita lebih bangga memakai sepatu Bally daripada sepatu merk nasional. Rakyat, terutama generasi mudanya berdesak-desakan antre di loket CPNS dan “Indonesian Idol”, lebih bangga menjadi pegawai dan penyanyi daripada menjadi pengusaha.

Konservatisme dan fasisme agama pun kian mendapat tempat setelah para birokrat kita –demi meraih simpati rakyat yang mayoritas muslim- berlomba-lomba mendukung program-program kesalehan ritual-simbolik. Lahirlah perda-perda bernuansa syariat Islam yang sangat simbolik dan tidak relevan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Di kota Tangerang, akan kita jumpai di sebuah ruas jalan bertebaran plang-plang bertuliskan asmaul husna dan slogan-slogan besar “akhlaqul karimah”.

Sebuah partai Islam berideologi konservatif-radikal versi Ikhwanul Muslimin-Mesir pun kian mendapatkan tempat di masyarakat awam hanya karena sangat rajin melakukan pengobatan gratis dan pembagian sembako. Padahal Ikhwanul Muslimin di Mesir sudah lama menjadi partai terlarang sejak para kadernya yang radikal "terpancing" untuk membunuh Presiden Anwar Sadat tahun 1979. Tapi, di Indonesia ideologi Ikhwanul Muslimin tumbuh subur di tiga kampus terkemuka, UI, ITB dan UGM. Buku-buku karya ideolog Ikhwan seperti Hasan Al Banna dan Sayyid Quthb pun akan mudah kita temukan beredar di kalangan aktivis dakwah kampus-kampus tersebut.

Gejala para birokrat yang cenderung mengakomodasi kelompok konservatif-fasis agama sebenarnya bukan monopoli Indonesia. Malaysia pun melakukannya lebih dahsyat. Rezim Barisan Nasional/ UMNO yang sedang digerogoti popularitasnya oleh Anwar Ibrahim belakangan mulai memainkan kartu simbol agama untuk mempertahankan popularitasnya. Kasus pelarangan penggunaan lafadz “Allah” oleh Gereja Katolik Malaysia dan pelarangan Yoga adalah contohnya.

Lalu, siapa yang bisa kita pilih? Memang susah. Tapi, pilihlah yang “terbaik di antara yang terburuk”, toh kaidah ushul fiqh pun menyatakan “lebih baik mencegah keburukan daripada mendatangkan kebaikan”. Sebab bila para pemilih cerdas dan kritis beramai-ramai tidur pada hari pemungutan suara, maka sudah dipastikan partai-partai korup dan konservatif yang akan menang.

Kita harus belajar dari Pemilu Presiden Prancis 2002 silam. Saat itu, secara dramatis, kandidat Partai Sosialis yang pro perubahan, Lionel Jospin dikalahkan oleh kandidat dari partai sayap kanan, Jean Marie Le Pen pada Pemilu putaran pertama. Le Pen dalam kampanyenya dikenal fasis dan rasialis karena sering mengusung isu anti imigran. Le Pen bahkan pernah mengkritik tim sepakbola Perancis yang didominasi warga Perancis keturunan imigran Afrika. Saat itu banyak simpatisan Partai Sosialis yang golput karena menganggap Jospin sebagai tokoh Sosialis yang kurang memiliki agenda-agenda perubahan yang konkret. Hasilnya, yang diuntungkan adalah Le Pen dari partai fasis yang berhasil maju ke putaran kedua.

Walhasil, pada pemilu putaran kedua, warga Perancis yang pro perubahan “dengan terpaksa” memilih kandidat incumbent yang status quois, Jacques Chirac. Para pendukung Partai Sosialis jelas tidak akan memilih Le Pen yang fasis. Ideologi fasisme atau ultra-nasionalis sangat dikecam oleh para pendukung Partai Sosialis.

So, bagaimana pemilih Indonesia? Ingin Indonesia semakin liberal secara ekonomi dan fasis dalam kehidupan beragama? Semua tergantung anda.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah MataAir
www.alfannymovement.blogspot.com

Wednesday, November 19, 2008

Rekonsilliasi Harus Berpijak Pada Kebenaran

19 Nopember 2008 20:57:06

Argumentasi elit PKS yang menyatakan bahwa pemuatan para pahlawan dan guru bangsa dalam iklan televisinya sebagai bentuk ajakan rekonsiliasi nasional dinilai sebagai penggelapan dan pemutarbalikan sejarah oleh LTN (Lajnah Ta’lif Wan Nasyr) NU.

Menurut Abdul Munim DZ, Ketua LTN NU, rekonsiliasi nasional yang diusahakan oleh berbagai elemen bangsa ini harus berpijak pada kebenaran. Rekonsiliasi tidak bisa ditempuh dengan cara menggelapkan sejarah atau memutarbalikkan kenyataan sejarah.

”Usaha rekonsiliasi nasional yang diusahakan bangsa ini untuk menciptakan masyarakat yang rukun, damai dan bersatu patut didukung oleh semua pihak. Tetapi proses rekonsiliasi dan rehabilitasi para tokoh yang hendak diusulkan menjadi Pahlawan nasional tersebut hendaklah jangan dilakukan dengan cara menggelapkan atau memutarbalikkan kenyataan sejarah,” demikian pendapat Munim DZ dalam surat edaran LTN NU yang ditandatanganinya.

”Rekonsiliasi dan rehabilitasi terutama yang berkaitan dengan para tokoh yang terlibat dalam pemberontakan Darul Islam (DI) dan juga pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta dan termasuk pemberontakan G30-S serta peristiwa lainnya itu hendaklah dilakukan dengan sangat cermat.”

”Ketidakcermatan dan manipulasi sejarah seperti itu tidak hanya akan menimbulkan kontroversi dan ketegangan politik, tetapi juga akan mencederai integritas dunia akademis," ujar Munim DZ.

”Sejarah sebagai titik tolak melakukan rehabilitasi dalam upaya Rekonsiliasi Nasional hendaklah dikaji dan dipahami sesuai dengan prinsip kebenaran, agar bisa melahirkan rekonsiliasi nasional yang sejati sehingga benar-benar bisa memberikan kedamaian dan keadilan bagi semua pihak.”

LTN NU juga mengimbau para sejarawan, khususnya yang ada di lingkungan Nahdliyin agar turut aktif dalam proses rekonstruksi sejarah nasional, yang dimulai dengan penyelamatan data dari kemusnahan dan pemusnahan, agar bisa dijadikan bahan rekonstruksi sejarah yang berpijak pada sumber yang otentik. (Diolah dari NUonline) foto:detikcom

Friday, October 24, 2008

It's My Life

This ain't a song for the broken hearted
No silent prayer for the faith departed
I ain't gonna be just a face in the crowd
You're gonna hear my voice
When I shout it out loud

( chorus )
It's my life
It's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just wanna live while I'm alive
It's my life

This is for the ones who stood their ground
For Tommy and Gina who never backed down
Tomorrow's getting harder make no mistake
Luck ain't even lucky
Got to make your own breaks

( chorus )
It's my live
And it's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive
'Cause it's my life

Better stand tall when they're calling you out
Don't bend, don't break, baby, don't back down

( chorus )
It's my life
And it's now or never
'Cause I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive

( chorus )
It's my life
And it's now or never
'Cause I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive
'Cause it's my life

Tuesday, October 21, 2008

Hidup-hidupilah Muhammadiyah

Judul di atas adalah pesan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Lengkapnya, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan hidup dari Muhammadiyah”.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, pesan tersebut bisa berbunyi, “Hidup-hidupilah Indonesia, jangan hidup dari Indonesia”. Kita jelas tidak ingin menjadi parasit yang “NU” (nunut urip) di “pohon” bernama Indonesia. Kita semua pasti ingin menjadi “air” yang menyirami pohon Indonesia.

Sebaik-baik air yang menyirami pohon Indonesia adalah:
1. Para pengusaha yang bergerak dalam sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan tidak bergantung pada proyek “government spending” pemerintah
2. Para intelektual organik, yang menjalankan metode “observasi partisipatoris”, mengamati realitas sosial dan rela turun dari menara gading untuk hidup bersama mendampingi dan mencerdaskan rakyat. Tapi, mereka tidak tergoda untuk melegitimasi kekuasaan dengan intelektualitasnya.
3. Para ulama dan agamawan yang berpihak pada kepentingan rakyat, senantiasa “membela rakyat”, bukan sekedar “membela Tuhan” (karena “Tuhan tidak perlu dibela”). Para agamawan yang memanfaatkan otoritasnya untuk mencerdaskan dan mencerahkan rakyat, jauh dari memanipulasi ayat suci untuk kursi kekuasaan semata.

Anda sudah mencapai “maqam” tersebut, “menghidupi Indonesia”? atau masih pada level “hidup dari Indonesia” untuk perut dan bawah perut sendiri?

Friday, September 05, 2008

Khairunnas Anfauhum Linnaas (Refleksi untuk kita sahabat PMII)

Istilah di atas kira-kira artinya, "manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya". Logikanya, manusia yang bermanfaat ialah manusia yang memiliki kelebihan baik ilmu dan harta. Minimal, dia bermanfaat bagi keluarga intinya, syukur-syukur masyarakat luas pun dapat merasakan manfaatnya.

Logikanya lagi, seorang sarjana dari sebuah perguruan tinggi seperti UI seharusnya bisa bermanfaat bagi banyak orang dan tidak hanya bagi dirinya sendiri. Namun, kini banyak kita saksikan banyak sarjana yang cukup puas hanya bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, tidak peduli urusan orang sekitarnya. Setelah urusan perut terpenuhi (bisa makan 3 x sehari), maka bawah perut (kawin) jadi prioritas berikutnya. Setelah bawah perut terpenuhi, maka pikiran selanjutnya adalah penopang perut (kaki-alias gak mau jalan kaki lagi, ya beli mobil dong). So, boro-boro mikiran orang lain apalagi memikirkan "ingin merubah dunia", jauh deh...

Kenapa bisa begitu? Ada dua jawabnya. Satu, orang tersebut balas dendam terhadap kemiskinan! Karena terlalu lama miskin, sekalinya dia punya duit maka dia pun menghabiskan duitnya untuk "mengganyang" kemiskinan tersebut. Makanya bener kata Karl Marx, hanya kelas menengah (yang dari kecil sudah terbiasa hidup agak enak) yang bisa melakukan perubahan. Orang miskin agak susah. Mikirin makan besok aja bingung. Eh sekalinya dapat duit, balas dendam

Jawaban kedua, karena keimanan yang "naik turun". Ironisnya, organisasi pengkaderan seperti PMII -yang mengklaim dirinya organisasi mahasiswa Islam- pun kurang berhasil (atau bahkan gagal) melahirkan kader-kader dan alumni yang punya "iman tebal" untuk menjadi "khairunnas". (sebagian besar) kader PMII -mungkin termasuk saya- tidak punya kepedulian untuk mau memberi manfaat bagi sesamanya. Para sahabat yang sudah alumni dan senior cenderung bersikap feodal -dalam arti menunggu adik-adiknya utk mengajukan proposal. Sementara para kader yang jadi pengurus pun "kurang kreatif" dan inisiatif dalam merancang gerakan dakwah dan program yang mampu mensyiarkan Islam aswaja di kampus. Sudah begitu militansinya (sebagai cerminan iman) di kampus sangat ketinggalan jauh dengan anak-anak tarbiyah/ PKS ibarat Depok-Kota.

Tapi, seperti kata Marx, superstruktur (iman) sangat ditentukan oleh infrastruktur (kondisi riil). Jadi, iman yang "naik turun" kayak gitu jangan-jangan karena latar belakang sosial ekonomi para sahabat PMII yang sebagian besar dari kelas menengah ke bawah? Yang untuk bayaran semester saja harus ribet ngurus keringanan ke dekanat. Untuk makan siang aja, harus jeli melototin spanduk seminar yang ada makan siang gratisnya. Beda jauh dengan kader-kader tarbiyah/ PKS yang tajir dan gak usah ribet ngurus keringanan tiap semester. Selalu ready untuk "berjihad" tanpa perlu dikirimin metromini.

Padahal kemiskinan seharusnya bukanlah sebuah ancaman, namun ia adalah sebuah tantangan yang memaksa si miskin menciptakan peluang-peluang kreatif.

So, mungkin esai ini agak keras "nonjok" para sahabat -baik alumni ataupun pengurus PMII- tapi ini harus saya tulis dan kabarkan, karena saya "trust and believe" dengan Islam ala ahlussunnah wal jamaah ala Nahdlatul Ulama sebagai agama yang mampu mendamaikan dunia ini. Dan PMII adalah garda depannya....

So, mari kita bantah Marx, bahwa iman kita tidaklah ditentukan oleh isi perut kita apalagi "aspirasi" bawah perut kita. Man jadda wa jadda!

Tuesday, September 02, 2008

Soal KTA, Antara PKS dan Golkar

Anda tahu KTA. Itulah, Kartua Tanda Anggota. Setiap partai tentu ingin punya banyak anggota yang keanggotaannya dibuktikan dengan KTA. Bahkan ada beberapa partai yang punya target mempunyai anggota dengan KTA resmi sebanyak-banyaknya.

Salah satunya adalah Golkar. Di era Orde Baru, ada seorang nenek tetangga saya yang buta huruf suatu ketika minta dibuatkan KTP seumur hidup. Pak Ketua RT pun menyanggupinya. Entah karena ngejar setoran atau apa, pak Ketua RT alih-alih membuatkan KTP bagi si nenek amalah membuatkan KTA Golkar yang tentu saja tidak bisa dipakai untuk ngurus Kartu Keluarga (KK) dan urusan kependudukan administratif lainnya.

Salah duanya adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Suatu sore menjelang Pilkada Jakarta, istri saya didatangi 2 orang kader PKS yg melakukan direct selling (kampanye door to door) ke rumah saya. Setelah basa-basi mengkampanyekan Adang, maka kader PKS tersebut pun meminta fotokopi or no KTP istri saya. Istri saya yang lugu pun memberikannya. Lusa, istri saya pun mendapat KTA PKS lengkap dengan foto mesem Adang di belakangnya. Padahal ketika saya tanya, istri saya tersebut tidak pernah mengisi formulir permohonan untuk menjadi anggota PKS.

Golkar dan PKS ya mirip PKI jadinya kalo gitu. Di masa lampau kader-kader PKI selalu berhalo-halo kepada petani desa yang lugu-lugu, "Ayo-ayo sedulur, siapa yang mau tanah silahken tanda tangan/ cap jempol di formulir ini". Yang ternyata daftar nama penduduk desa yang sudah ttd or cap jempol tersebut ditempelkan ke kop surat PKI dan dikasih judul "Daftar Anggota PKI Ranting X". Daftar tersebut pun jatuh ke CIA pasca G.30.S 1965. Dan akhirnya banyak petani desa yang ditangkap dan dibunuh karena namanya ada dalam daftar tersebut.

Reformasi kok kayak gini ya.....

Saturday, August 23, 2008

Dia Milikku


semula ku tak tahu
engkau juga kan ingin memilikinya
bukankah ku lebih dulu
bila engkau temanku
sebaiknya tak mengganggu

reff:
dia untukku, bukan untukmu
dia milikku, bukan milikmu
pergilah kamu, jangan kau ganggu
biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda cinta
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh

dia untuk aku

bukankah belum pasti
kamu juga kan jadi dengan dirinya
dia yang menentukan
apa yang kan terjadi
tak usah mengaturku

reff2:
dia untukku, bukan untukmu
dia milikku, bukan milikmu
lihatlah nanti, lihatlah saja
biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda juga
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh

kusarankan engkau mundur saja, ooo

repeat reff
repeat reff2

dia untuk aku
bukan, dia untuk aku